Senin, 29 April 2013

HUKUM ABORSI



Ada bebrapa pendapat tentang hukum aborsi (الا جهاض ) yang timbul dimasyarakat hingga menjadi pro dan kontra, yaitu pengguguran kandungan (janin) tanpa alasan medis, sebelum nafkhur ruh (peniupan ruh) sehingga dipertanyakan bagaimana sebenarnya hukum aborsi menurut agama..?

JAWAB :

Allah swt berfirman :

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ

Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).
(QS. Al-An’am [6] : 151)

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا

Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ طِينٍ (12) ثُمَّ جَعَلْنَاهُ نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ (13) ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً
فَخَلَقْنَا الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آَخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. [QS. al-Mukminun (23):12-14]

 يُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُضْغَةٍ مُخَلَّقَةٍ وَغَيْرِ مُخَلَّقَةٍ لِنُبَيِّنَ لَكُمْ ۚ وَنُقِرُّ فِي الْأَرْحَامِ مَا نَشَاءُ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى ثُمَّ نُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ۖ وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّىٰ وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَىٰ أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا ۚ وَتَرَى الْأَرْضَ هَامِدَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ وَأَنْبَتَتْ مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ

Hai manusia ! jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah)sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dai tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, daging yang sempurna kejadiannyadan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu, dan Kami tetapkan dalam rahim apa yang kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur-angsur) kamu sampailah pada kedewasaan..(QS. Al Hajj [22] : 5)

Hadit Nabi saw tentang proses kejadian manusia dan waktu peniupan ruh (nafkh al-ruh):

إن أحدكم يجمع خلقه في بطن أمه أربعين يوما ثم يكون علقة مثل ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك ثم يبعث الله ملكا فيؤمر بأربع كلمات ويقال له اكتب عمله ورزقه وأجله وشقي أو سعيد ثم ينفخ فيه الروح
(رواه البخاري عن عبد الله في صحيحه، كتاب ؛ بدء الخلق، رقم الحديث ؛ ٢٩٦٩  )

Seseorang dari kamu ditempatkan penciptaannya didalam perut ibunya dalam selama empat puluh hari, kemudian menjadi ‘alaqah selama itu pula (40 hari), kemudian menjadi mudhghah selama itu pula (40 hari), kemudian Allah mengutus seorang malaikat lalu diperintahkan empat kalimat (hal), dan dikatakan kepadanya : tulislah amal, rezeki, dan ajalnya, serta celaka atau bahagia(nya), kemudian tiupkan ruh padanya.
(HR. Imam Bukhori dari ‘Abdullah)

Janin adalah makhluk yang telah memiliki kehidupan yang harus dihormati (hayah muhtaromah), menggugurkannya berart menghentikan (menghilangkan) kehidupan yang telah ada, dan ini hukumnya haram, berdasarkan dalil, antara lain :
Firman Allah swt :
ولا تقتلوا آلنفس آلتي حرم الله إلابآلحق
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu( alasan) yang benar..(QS Al-Isra’[17] : 33)

Pendapat Fuquha’ tentang hukum aborsi sebelum nafkhi ar-ruh (peniupan ruh) :

Ulama Al Azhar dalam al bayan li-an-Nas min al Azhar asy Syarif juz II hal 256 :
1.       Boleh (mubah) secara mutlak (tanpa harus ada alasan medis) menurut ulama zaidiyah, sekelompok ulama hanafi, sebagian ulama syafi’i, serta sejumlah ulma maliki dan hambali.
2.       Mubah karena ada alasan medis, (‘uzur) dan makruh jika tanpa ‘uzur, menurut ulama hanafi dan sekelompok ulama syafi’i.
3.       Makruh secara mutlak, menurut sebagian ulama maliki.
4.       Haram menurut pendapat mu’tamad ulama maliki.
( al bayan li-an-Nas min al Azhar asy Syarif juz II hal 256)

Menurut Imam Ghozali dari kalangan mazhab Syafi’i :
“jika nutfah (sperma) telah bercampur (ikhtilath) dengan ovum dan siap menerima kehidupan
 (استعداه لقبول الحياة    ) , maka merusaknya adalah suatu tindakan pidana (jinayah), ini berarti haram melakukannya” (ihya’ Ulum al Din, tahqiq Sayyid ‘Imrab [al qohiroh : Dar al hadits 2004] juz II hal 67)

Membolehkan aborsi sebelum nafkh al ruh dapat menimbulkan banyak dampak negatif, disamping dampak positif.
Sebagaimana menurut kaidah fiqiyah :
درء المفاسد مقدم جلب المصالح
“menghindari kerusakan (hal-hal negatif) diutamakan dari pada mendatangkan kemaslahatan”

Kaidah fiqihyah :
الضرورة بيح المحظورات

“kedaan darurot membolehkan melakukan hal-hal yang dilarang”

Oleh sebab itu melakukan aborsi (pengguguran janin) sesudah nafkhur ruh (peniupan ruh) hukumnya adalah haram,  kecuali jika ada alasan medis, seperti untuk menyelamatkan jiwa si ibu.
Dan melakukan aborsi sejak terjadinya pembuahan ovum, walaupun sebelum nafkhi ar-ruh (peniupan ruh) hukumnya adalah haram, kecuali ada alasan medis ada alasan lain yang dibenarkan syari’at islam.
Juga Majelis Ulam Indonesia dalam Fatwa Musyawarah Nasional VI tahun 2000 telah menfatwakan bahwa :
·         Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada diniding rahim ibu (nidasi)
·         Aborsi boleh dilakukan karena ada uzur, baik bersifat darurat (adalah suatu keadaan dimana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati) ataupun hajat (adalah suatu keadaan dimana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka akan mengalami kesulitan berat).
a)      Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah :
i)        Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti : kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh tim dokter.
ii)       Dalam keadaan dimana kehamilan mengancam nyawa si ibu.

b)      Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah :
i)        Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetik yang apabila lahir kelak sulit disembuhkan.
ii)       Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh tim yang berwenang yang didalamnya terdapat antara lain : keluarga korban, dokter dan ulama.

c)       kebolehan aborsi ini harus dilakukan sebelum janin berusia 40 hari
·         Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.

Wallahu a’lam



Rabu, 24 April 2013

TARJI' DALAM ADZAN

TARJI' DALAM ADZAN

Bagi seorang muadzin, tentu mereka harus tau tentang kesunnahan yang satu ini, sebab hal ini disyari'atkan dalam adzan yg dikumandangkan setiap hari 5x sehari.Namun apakah kalian tau apa itu tarji' ?Imam Nawawi al-Bantani menyebutkan:

وَتَرْجِيْعٌ بِأَنْ يَأْتِيَ بِالشَّهَادَتَيْنِ كُلَّ وَاحِدٍ مَرَّتَيْنِ بِخَفْضِ صَوْتٍ قَبْلَ رَفْعِ الصَّوْتِ بِهِمَا فَيَأْتِيَ بِأَرْبَعٍ وَلَاءً

Yang disebut tarji’ adalah membaca dua kalimat syahadat dengan suara yang pelan-pelan, sebelum mengumandangkan adzan secara keras. Masing-masing dibaca dua kali. Karena itu seseorang membaca empat bacaan (asyhadu an la Ilaha illalah dua kali dan asyhadu anna Muhammadan Rasulullah dua kali) secara berurutan.

Kesunnahan itu diperoleh dari hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim:

عن أبي محذورة أن النبي صلى الله عليه وسلمعلمه هذا الأذان: فقال الله أكبر الله أكبر أشهد أن لا إله إلا الله أشهد أن لا إله إلا الله أشهد أن محمد رسول الله أشهد أن محمدا رسول الله ثم يعود فيقول أشهد أن لا إله إلا الله أشهد أن لا إله إلا الله أشهد أن محمدا رسول الله أشهد أن محمدا رسول الله حي على الصلاة حي على الصلاة حي على الفلاح حي على الفلاح الله أكبر الله أكبر لا إله إلا الله

Dari Abi Mahdzurah, bahwa sesungguhnya Nabi SAW mengajarkan kepadanya adzan ini. (yakni)

الله أكبر الله أكبرأشهد أن لا إله إلا الله أشهد أن لا إله إلا اللهأشهد أن محمدا رسول الله أشهد أن محمدا رسول الله

Kemudian diulang lagi,

الله أكبر الله أكبرأشهد أن لا إله إلا الله أشهد أن لا إله إلا اللهأشهد أن محمدا رسول الله أشهد أن محمدا رسول الله

kemudian membaca

حي على الصلاة حي على الصلاةحي على الفلاح حي على الفلاح

dan membaca

الله أكبر الله أكبرلا إله إلا الله

(Shahih Muslim, 572)

Atas dasar ini, mayoritas ulama mengatakan bahwa tarji ketika adzan hukumnya sunnah. Imam Nawawi mengatakan bahwa hadits di atas menjadi dalil dan bukti nyata bagi Madzab Malik, Syafi’i, Ahmad dan jumhur ulama bahwa tarji dalam adzan merupakan perbuatan yang disyariatkan. (Shahih al-Muslim bi Syarh an-Nawawi).

BERSEDEKAP DALAM SHOLAT DI ANTARA PUSAR DAN DADA



Bermula dari hadits Nabi saw :

وعن وائل بن حجر رضيالله عنه قال ؛ صليت مع النبي صلى الله عليه وسلم فوضع يده اليمنى على يده اليسرى على صدره، أجرجه ابن خزيمة

Wail ibnu hujr berkata : aku pernah sholat bersama Nabi saw Beliau meletakan tangannya yang kanan diatas tangannya yang kiri pada dadanya.
(HR. Ibnu Huzaimah, hadits ke 219 dalam kitab bulughul marom)

Ibnu hajar asqolani mengatakan : Ibnu Huzaimah meriwayatkan hadits wa’il bahwa Nabi saw meletakkan kedua tangannya pada dadanya (على صدره), sedangkan menurut riwayat Al Bazzar didekat dadanya (عند صدره) (dalam kitab al fath al bari, II : 224)

Riwayat-riwayat tersebut menunjukkan bahwa kedua tangan Rosulullah saw, atau siapapun yang melaksanakan sholat diletakkan di atas pusat (فوق السره)
(at – tanaaqudhoot juz III hal 49/50 & shohih sifat sholat an Nabi karya sayid hasan bin ‘ali as-saqqof)

Al Imam An Nawawi rohimhullahu ta’ala berkata :
“meletakkannya dibawah dadanya dan diatas pusarnya, inilah mazhab kita yang masyhur dan demikianlah pendapat jumhur (terbanyak) ulama’, dalam pendapat Imam Hanafi dan Imam lainnya adalah menaruh kedua tangannya di bawah pusar, menurut Imam Malik boleh memilih antara menaruh kedua tangan dibawah dadanya, atau melepaskannya kebawah, dan ini pendapat jumhur dalam mazhabnya dan yang masyhur pada mereka”
( syarah Imam An Nawawi ‘ala shohih muslim juz 4 hal 114)

Ada hadits lagi :
“Dari sulaiman bin musa, thowus berkata bahwa didalam sholat Rosulullah saw meletakan tangan yang kanan diatas dadanya”
Namun hadits ini tidak bisa dijadikan dalil sebab tergolong dho’if, sebab ada rawi yang tidak memenuhi syarat sebagai perawi tsiqoh, yaitu sulaiman bin musa.
Menurut sayid hasan bin ‘ali as-saqqof, kelemahan hadits diatas karena 2alasan,
1.       Kata Imam Bukhori, Sulaiman bin musa tersebut, banyak meriwayatkan hadits munkar,Kata An Nasai’ dia salah seorang ahli fiqih tetapi tidak kuat dalam periwayatan sebagaimana disebutkan dalam kitab Tahdzibul kamal (12/97)
2.       Hadits tersebut mursal, yang diriwayatkan secara mursal oleh thowus, sedangkan hadits mursal adalah bagian dari hadits dho’if (at – tanaaqudhoot juz III hal 49/50)

Menurut Imam Al Ghozali :
“kemudian meletakkan kedua tangan diatas pusar dibawah dada, meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri untuk memuliakan yang kanan, dengan cara ditekan dan membentangkan jari telunjuk dan jari tengah kanan diatas lengan, dan menggenggam pergelangan tangan dengan ibu jari, jari manis dan jari kelingking.
(Ihya’Ulumuddin juz 2 hal 274)

Menurut pandangan empat mazhab adalah :
1.       Mazhab Hanafi mengatakan : “bersedekap itu hukumnya sunnah bukan wajib, yang terutama bagi laki-laki adalah meletakkan telapak tangan diatas punggung tangan kiri dan ditempatkan DIBAWAH PUSAR, sedangkan bagi perempuan adalah meletakkan kedua tangannya diatas dada” (fiqh “alaa madzahib al arba’ah, juz 1 kitab sholat bab sunan al sholat)
2.       Mazhab Asy Syafi mengatakan : “hal itu disunnahkan bagi laki-laki  dan perempuan, yang paling utama adalah meletakkan telapak tangan kanan diatas punggung tangan kiri, dan ditempatkan DIANTARA DADA DAN PUSAR
3.       Mazhab Hambali mengatakan : “hal itu adalah sunnah, yang paling utama adalah meletakkan telapak tangan kanan diatas punggung tangan kiri dan ditempatkan DIBAWAH PUSAR
4.       Mazhab Maliki mengatakan : “hal itu boleh dilakukan, akan tetapi didalam sholat fardhu disunnahkan meluruskan tangan (kebawah)
(kitab Bidayatul Mujtahid, karya Ibnu Rusydi Al Qurthubi Al Maliki)

Itulah cara bersedekap ketika sholat menurut empat mazhab, Imam nawawi, Imam Ghozali dan jumhur ulama tentang mengartikan kedua hadits diatas, dengan tidak mengartikan hadits secara johir haditsnya saja, maka didapatkan bahwa bersedekap diatas dada adalah sesuatu yang dho’if (lemah) dan tidak bisa dijadikan sandaran.

Wallahu a’alam bish showab.

SHOLAT DALAM SATU MASJID BERTINGKAT



Ada sebagian pendapat dari jamaah masjid bahwa tidak sah hukumnya sholat ditingkat atas masjid, sehingga pernah terjadi sholat tarawih dilakukan oleh dua imam, yaitu bagian atas mempunyai imam, dan bagian bawah juga mempunyai imam, bagaimana pandangan ulama tentang masalah ini..?
Terima kasih..

Jawab :

Disebutkan dalam kitab Syarah Muhadzab (Al Majmu), karangan Imam Nawawi
(Misr : Matba’ al imam, tth) juz 4, halaman 197

للإمام والمأ موم في المكان ثلاثة أحوال (احدها) أن يكونا في مسجد فيصح الإ قتداء ، سواء قربت المسافة بينهما أم بعدت لكبر المسجد ، وسواء اتحد الباء أم اختلف كصحن المسجد وصفته وسر داب فيه و بئرمع سطحه وساحته والمنارة التي هي من السجد ، تصح البصلاة في كل هذه الصور وما أسبهها إذا علم صلاة الإمام ولم يتقدم عليه ، سواء كان أعلامنه أواسفل ولا خلاف فهذا ، ونقل أصحابنا فيه إجماع المسلمين

“posisi imam dan ma’mum (ketika sholat jama’ah) ada tiga kondisi, pertama : keduanya ada didalam masjid, maka sah berjamaah dalam kondisi ini, baik jarak antara imam dan ma’mum dekat maupun jauh, karena besarnya masjid misalnya, baik juga bangunannya menyatu ataupun berbeda, seperti bagian tengah masjid dan shuffahnya (tempat yang diberi atap dekat masjid), serta basement (bangunan dibawah tanah), bagian atas halaman dan menara yang merupakan bagian dari masjid, sah sholat dalam setiap kondisi ini apabila ia dapat mengetahui sholatnya imam dan tidak mendahuluinya, baik ia berada lebih atas maupun lebih bawah, tdak ada beda..hal ini ada ijma’, dalam kondisi pilihan hendaknya imam dan ma’mum sejajar, akan tetapi seandainya mereka lebih tinggi atau lebih rendah posisinya. Sholat tersebut baik bagi imam maupun ma’mum tidak rusak. Tidak ada apa-apa jika ma’mum sholat dibagian atas masjid sementara imam didalam masjid dengan syarat ma’mum dapat mendengar suara imam atau dapat melihat sebagian orang yang dibelakang imam.

Didalam kitab Al Umm karangan Imam Syafi’i juz 1 hal 152 :

فالاختيار أن يكون مساويا للناس ولوكان أرفع منهم أو أخفض لم تفسد صلاته ولاصلاتهم ولا بأس أن يصلي المأموم منفوق المسجد بصلاة الإمام في المسجد إذا كان يسمع صوته أويرى بعض من خلفه

Kedua kitab tersebut menjelaskan tentang sahnya sholat ma’mum diatas menara masjid yang imamnya dimasjid, hal mana menunjukkan bahwa perbedaan ruang/tingkat didalam masjid dianggap kesatuan selama gerak imam dapat diketahui.
Sehingga sholat dalam satu masjid bertingkat dilakukan dengan satu imam adalah boleh dan sah dengan syarat ada tangga dan gerak imam dapat diketahui oleh ma’mum, baik dengan mata, ataupun dengan pendengaran.

Wallahu a’lam bish showab.

Senin, 22 April 2013

HUKUM MEMASAK DENGAN MINYAK SISA MASAK BABI



MUI menfatwakan dalam kitab himpunan fatwa bahwa :

setiap makanan dan minuman yang jelas bercampur dengan barang haram/najis, hukumnya adalah haram .

dalil :

Allah -Subhanahu wa Ta’ala- menyatakan dalam firman-Nya:

حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”. (QS. Al-Ma`idah: 3)

Imam Nawawi mengatakan :

Didalam ayat digunakan lafazh daging dikarenakan bagian inilah yang paling penting ( inti ).

Para ulama kaum muslimin telah bersepakat dengan pengharaman lemak, darah dan seluruh bagian tubuhnya .”

( Shahih Muslim bi syarhin Nawawi jild XIII/ 142 )

juga Imam Nawawi dalam kitab Majmu' 2 : 568 menjelaskan :

ﻭﺃﻣﺎ ﺍﻟﺨﻨﺰﻳﺮ ﻓﻨﺠﺲ ﻻﻧﻪ ﺍﺳﻮﺃ ﺣﺎﻻ ﻣﻦ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻻﻧﻪ ﻣﻨﺪﻭﺏ ﺇﻟﻰ ﻗﺘﻠﻪ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﺿﺮﺭ ﻓﻴﻪ ﻭﻣﻨﺼﻮﺹ ﻋﻠﻰ ﺗﺤﺮﻳﻤﻪ ﻓﺈﺫﺍ ﻛﺎﻥ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻧﺠﺴﺎ ﻓﺎﻟﺨﻨﺰﻳﺮ ﺃﻭﻟﻲ ﻭﺍﻣﺎ ﻣﺎ ﺗﻮﻟﺪ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﺃﻭ ﻣﻦ ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ ﻓﻨﺠﺲ ﻻﻧﻪ ﻣﺨﻠﻮﻕ ﻣﻦ ﻧﺠﺲ ﻓﻜﺎﻥ ﻣﺜﻠﻪ

adapun babi hukumnya najis karena ia lebih buruk tingkahnya daripada anjing juga karena ada kesunahan untuk membunuhnya meskipun tidak membahayakan juga karena ada nas (dalil) akan keharamannya .
bila anjing najis maka babipun lebih najis .
adapun peranakan dari keduanya (babi + babi) atau salah satunya (babi + kambing misal) maka hukumnya tetap najis alasannya karena keluar dari hewan najis maka hukumnya sama.

dalil tentang keharaman babi bisa dilihat di Majmu' 7 : 3 :

ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﻨﺠﺲ ﻑﻻ ﻳﺤﻞ ﺃﻛﻠﻪ ، ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻜﻠﺐ ﻭﺍﻟﺨﻨﺰﻳﺮ ، ﻭﺍﻟﺪﻟﻴﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : } ﺣﺮﻣﺖ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﺍﻟﻤﻴﺘﺔ ﻭﺍﻟﺪﻡ ﻭﻟﺤﻢ ﺍﻟﺨﻨﺰﻳﺮ { ﻭﻗﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : } ﻭﻳﺤﺮﻡ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺍﻟﺨﺒﺎﺋﺚ { ﻭﺍﻟﻜﻠﺐ ﻣﻦ ﺍﻟﺨﺒﺎﺋﺚ ، ﻭﺍﻟﺪﻟﻴﻞ ﻋﻠﻴﻪ ﻗﻮﻟﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﺍﻟﻜﻠﺐ ﺧﺒﻴﺚ ، ﺧﺒﻴﺚ ﺛﻤﻨﻪ

adapun hewan najis maka haram dikonsumsi yakni anjing dan babi berdasarkan firman Allah :

ﺣﺮﻣﺖ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﺍﻟﻤﻴﺘﺔ ﻭﺍﻟﺪﻡ ﻭﻟﺤﻢ ﺍﻟﺨﻨﺰﻳﺮ

"dan diharamkan bagi kalian bangkai, darah, dan daging babi"

dan firman Allah :

ﻭﻳﺤﺮﻡ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﺍﻟﺨﺒﺎﺋﺚ

"dan diharamkan bagi mereka (orang mukmin) segala sesuatu yang kotor (jorok dsb)"

wallahu a'lam