Bid’ah secara bahasa
berarti mencipta dan mengawali sesuatu. [Kitab Al-‘Itisham, I/36]
Bid’ah secara bahasa berasal dari kata bada’a yang artinya iftira-u
syai-in min ghairi mitsaalin saabiqin: “membuat sesuatu tanpa contoh
sebelumnya”.
Abu Ishaq Ibrahim bin
Musa bin Muhammad Al-Lakhmi Asy-Syathibi Al-Gharnathi mengatakan :
ابتدأ طريقة لم يسبقه إليها سابق
فالبدعة إذن عبارة عن طريقة في الدين مخترعة تضاهي الشرعية يقصد بالسلوك عليها المبالغة
في التعبد لله سبحانه
Allah
membuat alam semesta ini secara bid’ah, sesuai dengan
Firman-Nya yang berbunyi :
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
artinya: “Allah menciptakan alam semesta ini
secara bid’ah, yakni tanpa ada contoh sebelumnya” (Al Baqoroh 117)
Bermula dari hadits :
أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ خَيْرَ
الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرُ الْهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا
وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Amma ba’du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan
adalah kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam. Sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan (bid’ah) dan
setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Muslim no. 867)
Dalam riwayat An Nasa’i
dikatakan,
وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِى النَّارِ
“Setiap kesesatan tempatnya di neraka.” (HR. An
Nasa’i no. 1578)
Hadits tentang bid’ah banyak di riwayatkan oleh
Imam-Imam hadits, diantaranya riwayat Imam Ibnu majah, Imam Ahmad, Imam Abu
Dawud dll..namun, dari sekian banyak hadits tentang bid’ah, hanya riwayat Imam
An Nasa’i saja yang mengatakan bahwa “setiap kesesatan tempatnya dineraka”
Hadits diatas, dipergunakan oleh kaum salafy dengan
hanya menggunakan teks aslinya saja secera zhohir, hingga mengartikan kata
KULLU كُلَّ
adalah semua.
Padahal dalam gramer bahasa arab arti dari kata
KULL كُلَّ bukan
hanya diartikan “semua”, namun juga bisa diartikan sebagian (kullu juz-i).
Contohnya : didalam surat Al Ambiya ayat 30 :
أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا
أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا ۖ وَجَعَلْنَا
مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۖ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara
keduanya. Dan DARI AIR Kami jadikan SEGALA SESUATU (setiap) yang hidup. Maka
mengapakah mereka tiada juga beriman ?
(QS. Al Ambiya 30)
Allah swt mengatakan dalam ayat ini bahwa segala
sesuatu (setiap) yang hidup (makhluk hidup) diciptakan dari air( وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ
شَيْءٍ حَيٍّ
), sehingga timbul pertanyaan: adakah makhluk hidup
yang TIDAK DICIPTAKAN DARI AIR..??? jawabnya : ADA !!!, yaitu jin dan malaikat.
Allah berfirman, “وَالْجَانَّ خَلَقْنَاهُ مِنْ قَبْلُ مِنْ نَارِ السَّمُومِ Dan Kami telah
menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (QS. Al Hijr:
27). “Dan Kami telah menciptakan jin dari nyala api.” (QS. Ar Rahman :
15).
Rasulullah saw bersabda, “Malaikat diciptakan dari cahaya, jin
diciptakan dari nyala api dan Adam diciptakan dari apa yang disifatkan
(diceritakan) kepada kamu (manusia)
[yaitu dari air sperma dan ovum].” (HR Muslim dari Aisyah di dalam
kitab Az- Zuhd dan Ahmad di dalam Al Musnad)
Dalam ayat dan hadits diatas jelas bahwa tidak semua
makhluk hidup diciptakan dari air, sehingga jelas pula bahwa tidak semua arti
kata KULL كُلَّ berarti
semua.
Dalam ayat yang lain Alla swt berfirman :
أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ
لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ
مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا
Adapun kapal itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di
laut, dan aku bertujuan merusakkan kapal itu, karena di hadapan mereka ada
seorang raja yang merampas tiap-tiap kapal. (Al Kahfi 79)
Menurut kitab-kitab tafsir, tidak setiap kapal yang
diambil oleh raja yang zholim itu, namun hanya kapal-kapal yang baik saja,
sebagaimana dijelaskan dalam salah satu kitab tafsir :
Tafsir Jalalain
Tafsir al kahfi79.
(Adapun
perahu itu adalah kepunyaan orang-orang miskin) yang jumlahnya ada sepuluh
orang (yang bekerja di laut) dengan menyewakannya, mereka menjadikannya sebagai
mata pencaharian (dan aku bertujuan merusakkan perahu itu, karena di hadapan
mereka) jika mereka kembali, atau di hadapan mereka sekarang ini (ada seorang raja)
kafir (yang mengambil tiap-tiap perahu) yang masih baik (secara ghashab) yakni
dengan cara merampasnya. Lafal Ghashban dinashabkan karena menjadi Mashdar yang
kedudukannya menjelaskan tentang cara pengambilan itu.
Kembali kepada hadits : كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ (setiap bid’ah adalah sesat),
Al Imam Asy-Syafi’i
mengartikan hadits ini dalam kitab Fath al-Bari’ karya
Imam Ibnu Hajar al-Asqalani pada hal : 330 juz XX,
Imam Syafi’i RA berkata
:
اَلبِدْعَةُ بِدْعَتَانِ, بِدْعَة
ٌمَحْمُودَةٌ وَبِدْعَةِ مَذْمُوْمَةٌ فِيْمَا وَافَقَ السُّنَّةَ فَهُوَ مَحْمُوْدَةٌ
وَمَا خَالَفَهَا فَهُوَ مَذْمُومْ.
“Bid’ah
itu ada dua, bid’ah yang terpuji dan yang tercela. Bid’ah yang sesuai dengan
sunnah (syariat) adalah bid’ah yang terpuji, sedangkan yang menyelisihi sunnah
adalah bid’ah tercela.
dalam riwayat yang lain
Imam Syafi’i menjelaskan yang
diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Manakib Imam Syafi’i :
اَلمُحْدَثَاتُ ضَرْبَانِ, مَا
اُحْدِثَ يُخَالِفُ كِتَابًا اَوْ سُنَّةً اَوْ أثَرًا اَوْ اِجْمَاعًا فَهَذِهِ بِدْعَةُ
الضّلالَةُ وَمَا اُحْدِثَ مِنَ الْخَيْرِ لاَ يُخَالِفُ شَيْئًا ِمْن ذَالِكَ فَهَذِهِ
بِدْعَةٌ غَيْرُ مَذْمُوْمَة
‘Perkara-perkara
baru itu ada dua macam. Pertama, perkara-perkara baru yang bertentangan dengan
Al-Qur’an, Hadits, Atsar atau Ijma’. Inilah Bid’ah Dhalalah (sesat). Kedua,
perkara-perkara baru yang mengandung kebaikan dan tidak bertentangan dengan
salah satu dari yang disebutkan tadi, maka bid’ah yang seperti ini tidaklah
tercela.
al-Imam an-Nawawi mengatakan
dalam shohih muslim jilid
3 hal 247 :
قال النووي: قوله صلى الله عليه
وسلم: “وكل بدعة ضلالة” هذا عام مخصوص والمراد غالب البدع، قال أهل اللغة: هي كل شيء
عمل غير مثال سابق. قال العلماء البدعة خمسة أقسام واجبة ومندوبة ومحرّمة ومكروهة والمباح
Imam Nawawi berkata: Sabda Rosululloh
Shollaloohu ‘alaihi wa sallam, “Setiap bid’ah itu sesat” ini adalah umum yg
dikhususkan dan maksudnya pengertian secara umum. Ahli bahasa mengatakan: Bid’ah
yaitu segala sesuatu amal perbuatan yang tidak ada contoh sebelumnya. Ulama
mengatakan bahwa bid’ah terbagi menjadi lima macam yaitu wajib, sunah, haram,
makruh dan mubah
(shohih muslim jilid 3
hal 247)
Maka dari itu,
dikarenakan bid’ah bukanlah hukum, sehingga bid’ah dihukumi menjadi lima
bagian,
Contoh :
1. Wajib. Contohnya,
antara lain, mencantumkan dalil-dalil pada ucapan-ucapan yang menentang
kemunkaran, penyusunan al-Qur’an dalam bentuk mush-haf demi menjaga
kemurniannya, menulis ayat Al-Quran dengan khat baru yang menggunakan titik dan
baris agar tidak salah mengartikan Al-Quran, membukukan kitab Hadits, khutbah
dengan bahasa sistematis agar dimengerti maknanya dan lain-lain.
2. Mandub (disukai).
Contohnya, Shalat Tarawih sebulan penuh, pengajian rutin, membuat Al-Qur’an
dalam program CD dan lain-lain.
3. Haram (sesat).
Contoh, Naik haji selain ke Makkah, melakukan ritual dengan melarung sesaji di
pantai selatan, turut merayakan dan memperingati Natal (untuk merayakan hari
kelahiran Nabi Isa) dan lain-lain.
4. Makruh. Contoh,
berwudhu’ dengan membiasakan lebih dari tiga kali basuhan.
5. Mubah. Contohnya
sangat banyak, meliputi segala sesuatu yang tidak bertentangan dengan hukum
agama.
Bid'ah menurut SYAIKHUL ISLAM ibnu taimiyah :
ﻣﺎ ﺧﺎﻟﻒ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﻓﻬﻮ ﺑﺪﻋﺔ ﺑﺎﺗﻔﺎﻕ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ ﻭﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻌﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﺧﺎﻟﻔﻬﺎ ﻓﻘﺪ
ﻻ ﻳﺴﻤﻰ ﺑﺪﻋﺔ
''sesuatu yang menyelisihi nash-nash maka ia adalah
bid'ah dengan kesepakatan ULAMA muslimin dan sesuatu yang tidak dimaklumi bahwa
ia menyelisihi nash-nash maka sungguh ia tidak dinamakan bid'ah.
( Majmu' fatawa,juz 20 halaman 163 ).
Selanjutannya syeikh ibnu taimiyah menukil perkataan Imam
AsSyafi’i :
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ - ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ : - ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﺑﺪﻋﺘﺎﻥ : ﺑﺪﻋﺔ ﺧﺎﻟﻔﺖ ﻛﺘﺎﺑﺎ ﻭﺳﻨﺔ
ﻭﺇﺟﻤﺎﻋﺎ ﻭﺃﺛﺮﺍ ﻋﻦ ﺑﻌﺾ ] ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻬﺬﻩ ﺑﺪﻋﺔ ﺿﻼﻟﺔ . ﻭﺑﺪﻋﺔ
ﻟﻢ ﺗﺨﺎﻟﻒ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﻓﻬﺬﻩ ﻗﺪ ﺗﻜﻮﻥ ﺣﺴﻨﺔ ﻟﻘﻮﻝ ﻋﻤﺮ : ﻧﻌﻤﺖ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﻫﺬﻩ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻜﻼﻡ ﺃﻭ ﻧﺤﻮﻩ
ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ ﺑﺈﺳﻨﺎﺩﻩ ﺍﻟﺼﺤﻴﺢ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﺪﺧﻞ ﻭﻳﺮﻭﻯ ﻋﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺃﻧﻪ ﻗﺎﻝ : ﺇﺫﺍ ﻗﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ
ﻇﻬﺮ ﺍﻟﺠﻔﺎ ﻭﺇﺫﺍ ﻗﻠﺖ ﺍﻵﺛﺎﺭ ﻛﺜﺮﺕ ﺍﻷﻫﻮﺍﺀ
''Berkatalah asysyafi'i - rahimahullah- : bid'ah itu 2 :
Bid'ah yang menyelisihi kitab dan sunnah dan ijma' dan atsar dari sebagian
[sahabat] Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam maka ini adalah bid'ah
dhalalah dan bid'ah yang tidak menyelisihi sesuatu apapun dari pada demikian
maka ini sungguh ada ia itu hasanah karna perkataan sayidina 'umar : sebaik2
bid'ah adalah ini,perkataan (imam syafi'i) ini dan seumpamanya diriwayatkan
oleh albayhaqi dengan isnad yang shahih dalam madkhal dan diriwayatkan dari
malik rahimahullah sesungguhnya beliau berkata : apabila sedikit ilmu,niscaya
lahirlah kekerasan dan apabila sedikit atsar niscaya besarlah hawa.”
(Majmu' fatawa,juz 20 halaman 163)
Ibnu Taimiyah membolehkan Maulid dalam kitabnya :
فتعظيم المولد ، واتخاذه موسمًا ، قد يفعله بعض الناس ، ويكون له فيه
أجر عظيم لحسن قصده ، وتعظيمه لرسول الله صلى الله عليه وسلم
“Adapun mengagungkan maulid dan
menjadikannya acara rutin, segolongan orang terkadang melakukannya. Dan mereka
mendapatkan pahala yang besar karena tujuan baik dan pengagungannya kepada
Rasulullah SAW..”
( Iqtidha
sirathil Mustaqim juz 1 hal 297)
Bolehkah kita mengadakan bid’ah ?
Untuk menjawab
pertanyaan ini, mari kita merujuk kepada Hadits Nabi saw yang menjelaskan
bahwa adanya bid’ah hasanah dan bid’ah
sayyiah,
Nabi saw bersabda :
من سن فى الإسلام سنة حسنة فله
أجرها وأجرمن عمل بها من غيران ينقص من أجورهم شئا ومن سن فى الإسلام سنة سئة فعليه
وزرها ووزرمن عمل بها من غير ان ينقص من أوزارهم شئا
Barang siapa yang mengada-adakan satu cara yang baik dalam islam akan
mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari
pahala mereka sedikitpun, dan barang siapa yang mengada-ngadakan suatu cara
yang jelek maka ia akan mendapatkan dosa, dan dosa-dosa orang yang ikut
mengerjakannya dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.
(shahih muslim no 2398)
Apakah setiap perkara yang tidak ada contoh dari Nabi saw
adalah pasti suatu perkara yang bid’ah..? yang dilontarkan oleh kaum wahaby..!
seperti halnya MaulidurRosul saw..padahal telah dijelaskan oleh Imam mereka
(Imam Ibnu Taimiyah) bahwasannya mengadakan Maulid bukan satu perkara yang
bid’ah sebagaimana ucapannya di atas.
Mari kita buktikan bahwa Sahabat Nabi saw telah membuat satu
perkara bid’ah (yang tidak ada contoh dari Nabi saw) dalam ibadah mahdhoh
(ibadah murin) seperti sholat, haji dsb, bukan dalam perkara yang ringan
seperti Maulid atau tahlil yang notabenenya adalah ritual/seremonial.
Sebagaimana seorang imam masjid quba yang selalu membaca
surat qulhuallahu ahad pada setiap rokaat sholat yang tidak pernah dicontohkan
Nabi saw.
Hadits pertama :
Ubaidullah berkata dari Zaid bin Tsabit dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, beliau
berkata :
:كَانَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَؤُمُّهُمْ فِي مَسْجِدِ قُبَاءٍ، وَكَانَ
كُلَّمَا اِفْتَتَحَ سُوْرَةً يَقْرَأُ بِهَا لَهُمْ فِي الصَّلاَةِ مِمَّا يَقْرَأُ
بِهِ، اِفْتَتَحَ قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، حَتَّى يَفْرَغَ مِنْهَا. ثُمَّ يَقْرَأُ
سُوْرَةً أُخْرَى مَعَهَا، وَكَانَ يَصْنَعُ ذَلِكَ فِي كُلِّ رَكْعَةٍ. فَكَلَّمَهُ
أَصْحَابُهُ، فَقَالُوا: إِنَّكَ تَفْتَتِحُ بِهَذِهِ السُّوْرَةِ، ثُمَّ لاَ تَرَى
أَنَّهَا تُجْزِئُكَ حَتَّى تَقْرَأَ بِأُخْرَى، فَإِمَّا تَقْرَأُ بِهَا، وَإِمَّا
أَنْ تَدَعَهَا وَتَقْرَأَ بِأُخْرَى. فَقَالَ: مَا أَنَا بِتَارِكِهَا، إِنْ أَحْبَبْتُمْ
أَنْ أَؤُمَّكُمْ بِذَلِكَ فَعَلْتُ، وَإِنْ كَرِهْتُمْ تَرَكْتُكُمْ. وَكَانُوا يَرَوْنَ
أَنَّهُ مِنْ أَفْضَلِهِمْ، وَكَرِهُوا أَنْ يَؤُمَّهُمْ غَيْرُهُ. فَلَمَّا أَتَاهُمْ
النَّبِيُّ أَخْبَرُوْهُ الخَبَرَ، فَقَالَ: (يَا فُلاَنُ، مَا يَمْنَعُكَ أَنْ تَفْعَلَ مَا
يَأْمُرُكَ بِهِ أَصْحَابُكَ؟ وَمَا يَحْمِلُكَ عَلَى لُزُوْمِ هَذِهِ السُّوْرَةِ
فِي كُلِّ رَكْعَةٍ؟) فَقَالَ: إِنِّي أُحِبُّهَا، فَقَالَ:)
( حُبُّكَ إِيَّاهَا أَدْخَلَكَ الْجَـنَّةَ )
"Seseorang (sahabat) dari al Anshar mengimami
(shalat) mereka (para shahabat lainnya) di Masjid Quba. Setiap ia membuka
bacaan (di dalam shalatnya), ia membaca sebuah surat dari surat-surat (lainnya)
yang ia (selalu) membacanya. Ia membuka bacaan surat di dalam shalatnya dengan قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ, sampai ia selesai membacanya, kemudian ia lanjutkan dengan
membaca surat lainnya bersamanya. Ia pun melakukan hal demikan itu di setiap
raka’at (shalat)nya. (Akhirnya) para sahabat lainnya berbicara kepadanya,
mereka berkata: “Sesungguhnya engkau membuka bacaanmu dengan surat ini,
kemudian engkau tidak menganggap hal itu telah cukup bagimu sampai (engkau pun)
membaca surat lainnya. Maka, (jika engkau ingin membacanya) bacalah surat itu
(saja), atau engkau tidak membacanya dan engkau (hanya boleh) membaca surat
lainnya”. Ia berkata: “Aku tidak akan meninggalkannya. Jika kalian suka untuk
aku imami kalian dengannya, maka aku lakukan. Namun, jika kalian tidak suka,
aku tinggalkan kalian,” dan mereka telah menganggapnya orang yang paling utama
di antara mereka, sehingga mereka pun tidak suka jika yang mengimami (shalat)
mereka adalah orang selainnya. Sehingga tatkala Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam mendatangi mereka, maka mereka pun menceritakan kabar (tentang itu),
lalu ia (Nabi) bersabda: “Wahai fulan, apa yang menghalangimu untuk melakukan
sesuatu yang telah diperintahkan para sahabatmu? Dan apa pula yang membuatmu
selalu membaca surat ini di setiap raka’at (shalat)?” Dia
menjawab,"Sesungguhnya aku mencintai surat ini,” lalu Rasulullah saw
bersabda: “Cintamu kepadanya memasukkanmu ke dalam surga”.
[ HR al Bukhari, 1/268 no. 741; at Tirmidzi, 5/169 no.
2901; Ahmad, 3/141 no. 12455; dan lain-lain]
Berkata Hujjatul islam Al Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy dalam
kitabnya Fathul Baari Bisyarah shahih Bukhari mensyarahkan makna hadits ini
beliau berkata :
وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى جَوَازِ تَخْصِيصِ بَعْضِ الْقُرْآنِ بِمَيْلِ
النَّفْسِ إِلَيْهِ وَالِاسْتِكْثَارِ مِنْهُ وَلَا يُعَدُّ ذَلِكَ هِجْرَانًا لِغَيْرِهِ
“Pada riwayat ini menjadi dalil
diperbolehkannya mengkhususkan sebagian surat Alqur’an dengan keinginan diri
padanya, dan memperbanyaknya dengan kemauan sendiri, dan tidak bisa dikatakan
bahwa perbuatan itu telah mengucilkan surat lainnya”
(Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Juz 3 hal 150
Bab Adzan)
Hadits kedua :
Sahabat ‘abdullah bin ‘umar menambah-nambahi kalimat
talbiyah dalam ibadah haji didepan Rosul saw setelah kalimat talbiyah yang
diucapkan Rosul saw,
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ، قَالَ قَرَأْتُ عَلَى
مَالِكٍ عَنْ نَافِعٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، بْنِ عُمَرَ -رضى الله عنهما - أَنَّ تَلْبِيَةَ،
رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم " لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ
لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيكَ
لَكَ " . قَالَ وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ - رضى الله عنهما - يَزِيدُ
فِيهَا لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ بِيَدَيْكَ لَبَّيْكَ وَالرَّغْبَاءُ
إِلَيْكَ وَالْعَمَلُ .
“Dari Nafi’, dari Abdullah bin
Umar RA, bahwa talbiyah Rasulullah SAW adalah:
" لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ
لاَ شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لاَ شَرِيكَ
لَكَ " (“Labbaikallaahumma labbaik
labbaika laa syariika lak labbaik innal hamda wanni’mati laka walmulka laa
syariika lak”) Nafi’ berkata; “Abdullah bin Umar selalu menambah bacaan
talbiyah(يَزِيدُ فِيهَا ) tersebut dengan berkata :
لَبَّيْكَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ بِيَدَيْكَ
لَبَّيْكَ وَالرَّغْبَاءُ إِلَيْكَ وَالْعَمَلُ (“Labbaika wa sa’daika wal khoiru
biyadaika labbaika warraghbaa’u ilaika wal’amalu.”)
( HR. Muslim 2868.)
Dalam riwayat Muslim di atas, jelas sekali bahwa Ibnu Umar
melakukan tambahan terhadap talbiyah Rasulullah SAW.
Lalu menambahkan
bacaan ke dalam bacaan yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW tidaklah
dilarang, selama tidak bertentangan dengan bacaan yang diajarkan tersebut.
Hadits ke tiga
Imam al-Bukhari meriwayatkan:
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ الزُّرَقِيِّ قَالَ كُنَّا يَوْمًا نُصَلِّي
وَرَاءَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ
الرَّكْعَةِ قَالَ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ قَالَ رَجُلٌ وَرَاءَهُ رَبَّنَا وَلَكَ
الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ فَلَمَّا انْصَرَفَ قَالَ مَنْ
الْمُتَكَلِّمُ قَالَ أَنَا قَالَ رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلَاثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا
أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ
“Dari Rifa’ah bin Rafi’
al-Zuraqi, berkata: “Suatu hari kami menunaikan shalat di belakang Nabi SAW.
Ketika beliau bangun dari ruku’, beliau berkata, “sami’allaahu liman hamidah”,
lalu seorang laku-laki di belakang beliau berkata: “Robbanaa wa lakal hamdu hamdan
katsiiran thayyiban mubaarokan fiih.” Ketika selesai shalat, Nabi SAW bersabda:
“Siapa yang mengucapkan kalimat tadi?” Laki-laki tersebut menjawab: “Saya.”
Nabi SAW bersabda: “Aku telah melihat tiga puluh lebih para Malaikat yang
terburu-buru mencatat pahala bacaan tersebut, siapa di antara mereka yang
mencatat terlebih dahulu.”
( HR al-Bukhari 799.)
Itulah sekelumit tentang pengertian bid’ah..semoga
bermanfaat !