قال العلماء من المحد ثين والفقهاء وغيرهم ؛ يجوز ويستحب العمل فى الفضا
ئل والترغيب والترهيب بالحديث الضعيف مالم يكن موضوعا ٣ وأما
الأحكام كالحلال والحرام والبيع والنكاح والطلاق وغيرذلك فلا يعمل فييها إلا بالحيث
الصحيه أو الحسن إلا أن يكون فى احتياط في شيء من ذلك ، كما إذا ورد حديث ضعيف بكراهة
بعض البيع أو الأنكحة ، فإن المستحب أن يتنزه عنه ولكن لايجب
------------------------------
( ٣)
مالم يكن موضوعا ؛ وفى معناه شديد الضعف فلا يجوز العمل نجبر من انفرد
من كذاب، ومتهم . وبقى للعمل بالضعيف شرطان ؛ أن يكون له أصل شاهد لذلك كاندر اجه تحت
عموم أوقاعدة كلية ، وأن لايعتقد عند العمل به ثبوته بل يعقد الاحتياط.
( الأذكار ص ٧)
Ulama hadits, ulama fiqih, dan ulama lainnya mengatakan
bahwa diperbolehkan bahkan di sunnahkan mengamalkan hadits dho’if untuk
keutamaan beramal, hal yang mengandung targhib (anjuran), dan yang mengandung
tarhib (peringatan), selama hadits tersebut tidak berpredikat maudhu’(٣)
Masalah hukum seperti halal, haram, jual beli, nikah, dan
thalaq dan lain-lainnya tidak boleh diamalkan melainkan dengan hadits shohih
atau hadits hasan (*), kecuali hadis yang menyangkut masalah bersikap
berhati-hati dalam suatu hal dari masalah-masalah tersebut.
Sebagai contoh ialah : apabila
ada suatu hadits dho’if yang menyebutkan makruh melakukan sebagian transaksi
jual beli atau makruh melakukan sebagian nikah, maka hal tersebut disunnahkan
untuk dihindari, tetapi tidak bersifat wajib.
1.
(٣)
selagi tidak berpredikat maudhu’, maksudnya ialah bukan hadits yang parah kedho’ifannya,
untuk itu tidak boleh mengamalkan berita (hadits) seseorang yang menyendiri
dalam periwayatannya, sedangkan ia berpredikat kadzdzab (pendusta) lagi
muttaham (tertuduh tidak baik). Untuk mengamalkan hadits dho’if harus ada dua
syarat : yaitu hendaknya hadits yang dimaksud mempunyai pokok yang membuktikan
kebenarannya, seumpama makna yang dikandungnya itu termasuk kedalam pengertian
umum atau kaidah kulliyah (general) dalil pokok, dan hendaknya ketika
mengamalkannya tidak dianggap suatu ketetapan, melainkan sebagai tindakan
ihthiyat (hati-hati)
2.
(*) baik lidzatihi maupun lighoirihi, ke dho’ifan suatu
hadits dapat diperkuat oleh hadits lain yang terpercaya diriwayatkan dari berbagai jalur, hingga predikatnya menjadi hasan dan dapat dijadikan
hujjah.
(al adzkar-imam nawawi hal 7-8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar