Soal :
Pada masjid
tertentu di luar ibukota kabupaten/kota dibiasakan mengerjakan sholat dhuhur
selepas menunaikan sholat Jum'at. Hal tersebut dikerjakan karena tokoh agama
setempat beranggapan bahwa sholat Jum'at yang telah dikerjakan diragukan
keabsahannya, sebab:
- Jumlah jamaah Jumat kurang dari 40 orang
- Jumlah masjid yang menyelenggarakan sholat Jum'at di desa tersebut lebih dari satu masjid, sedang jarak dari masjid yang satu dengan masjid yang lain kurang dari 1666 m
- Menganggap bahwa sholat Jumat itu tidak menggugurkan sholat dhuhur pada hari itu.
- Khutbahnya menggunakan bahasa 'ajam (bukan bahasa Arab).
PERTANYAAN :
Apakah benar
sholat dhuhur pasca diselenggarakannya sholat Jum'at tergolong sholat i'adah
yang disyari'atkan, berhubung satu di antara alasan:
- Jumlah jama'ah kurang dari 40 orang.
- Jumlah masjid yang menyelenggarakan sholat Jum'ah di desa tersebut lebih dari satu masjid, sedang jarak dari masjid yang satu dengan yang lain kurang dari 1666 m.
- Menganggap bahwa sholat Jum'at itu tidak menggugurkan sholat dhuhur pada hari itu.
- Khutbahnya menggunakan bahasa 'ajam (bukan bahasa Arab).
JAWAB :
Jika
melakukan sholat dhuhur setelah diselenggarakan sholat Jum'at itu karena ta'addud
(jumlah sholat Jum'at yang diselenggarakan di satu kampung lebih dari satu),
maka hukumnya ditafsil:
- Apabila bilangan jama'ah sholat Jum'at kurang dari 40 orang yang memenuhi syarat, maka wajib sholat dhuhur.
- Apabila memenuhi syarat-syarat ta'addud, maka hukumnya sunnat melakukan sholat dhuhur, untuk menghindarkan diri dari perbedaan pendapat.
Dasar Pengambilan
بغية
المسترشدين ص 80 ( مسئلة
ي ) مَتَى كَمُلَتْ شُرُوْطُ الْجُمُعَةِ بِأَنْ كَانَ كُلٌّ مِنَ الْأَرْبَعِيْنَ
ذَكَرًا حُرًّا مُكَلَّفًا مُسْتَوْطِنًا بِمَحَلِّهَا لاَ يَنْقُصُ فِيْهَا
شَيْئًا مِنْ أَرْكَانِ الصَّلاَةِ وَشُرُوْطِهَا وَلاَ يَعْتَقِدُهُ سُنَّةً
وَلاَ يَلْزَمُهُ الْقَضَاءُ وَلاَ يَبْدِلُ حَرْفًا بِأَخَرَ وَلاَ يَسْقُطُهُ
وَلاَ يَزِيْدُ فِيْهَا مَا يُغَيِّرُ الْمَعْنَي وَلَا يُلْحِنُ بِمَا
يُغَيِّرُهُ وَإِنْ لَمْ يَقْصُرْ فِيْ التَّعَلُّمِ, كَمَا قَالَ ابْنُ حَجَرَ
خِلاَفًا لم ر لَمْ تَجُزْ إِعَادَتُهَا ظُهْرًا بِخِلاَفِ مَا إِذَا وَقَعَ فِيْ
صِحَّتِهَا خِلاَفٌ وَلَوْ فِيْ غَيْرِ الْمَذْهَبِ فَتُسَنُّ إِنْ صَحَّتِ
الظُّهْرُ عِنْدَ ذَالِكَ الْمُخَالِفِ كَكُلِّ صَلاَةٍ وَقَعَ فِيْهَا خِلاَفٌ
غَيْرُ شَادٍ.وَيَلْزَمُ الْعَالِمُ إِذَاَ اسْتُفْتِيَ فِيْ إِقَامَةِ
الْجُمْعَةِ مَعَ نَقْصِ الْعَدَدِ أََنْ يَقُوْلَ مَذْهَبُ الشَّافِعِيِّ لاَ
يَجُوْزُ ثُمَّ إِنْ لَمْ يَتَرَتَّبْ عَلَيْهِ مَفْسَدَةٌ وَلاَ تَسَاهُلٌ جَازَ
لَهُ أَنْ يُرْشِدَ مَنْ أَرَادَ الْعَمَلَ بِالْقَوْلِ الْقَدِيْمِ إِلَيْهِ
وَيَجُوْزُ لِلْإِمَامِ إِلْزَامُ تَارِكِ الْجُمْعَةِ كَفَّارَةً إِنْ رَأَهُ
مَصْلَحَةً وَيُصَرِّفُهَا لِلْفُقَرَاءِ اه وَعِبَارَةُ ك وَإِذَا فَقَدَتْ
شُرُوْطُ الْجُمْعَةِ عِنْدَ الشَّافِعِيِّ لَمْ يَجِبْ فِعْلُهَا بَلْ يَحْرُمُ
حِنَئِذٍ لِأَنَّهُ تَلْبَسُ بِعِبَادَةٍ فَاسِدَةٍ فَلَوْ كَانَ فِيْهِمْ
أُمِّيٌّ تَمَّ الْعَدَدُ بِهِ لَمْ تَصِحَّ وَإِنْ لَمْ يَقْصُرْ فِيْ
التَّعَلُّمِ كَماَ فِيْ التُّحْفَةِ خِلاَفاً لِشَرْحِ الْإِرْشَادِ وم ر
بِخِلاَفِ مَا لَوْ كَانُوْا كُلُّهُمْ أُمِّيِّيْنَ وَالْإِمَامُ قَارِئٌ
فَتَصِحَُّ وَإِذَا قَلَّدَ الشَّافِعِيَّ مَنْ يَقُوْلُ بِصِحَّتِهَا مِنَ
الْأَئِمَّةِ مَعَ فَقْدِ بَعْدِ شُرُوْطِهَا تَقْلِيْدًا صَحِيْحًا مُسْتَجْمِعًا
لِشُرُوْطِهِ جَازَ فِعْلُهَا بَلْ وَجَبَ حِنَئِذٍ ثُمَّ يُسْتَحَبُّ
إِعَادَتُهَا ظُهْرًا وَلَوْ مُنْفَرِدًا خُرُوْجًا مِنْ خِلاَفِ مَنْ مَنَعَهَا
إِذِالْحَقُّ أَنَّ الْمُصِيْبَ فِيْ الْفُرُوْعِ وَاحِدٌ وَالْحَقُّ لاَ
يَتَعَدَّدُ فَيَحْتَمِلُ أَنَّ الَّذِيْ قَلَّدَهُ فِيْ الْجُمُعَةِ غَيْرُ
مُصِيْبٍ وَهَذَا كَمَا لَوْ تَعَدَّدَتِ الْجُمُعَةُ لِلْحَاجَةِ فَإِنَّهُ
لِكُلِّ مَنْ لَمْ يَعْلَمْ سَبْقَ جُمُعَتِهِ أَنْ يُعِيْدَهَا ظُهْرًا, وَكَذَا
إِنْ تَعَدَّدَتْ لِغَيْرِ حَاجَةٍ وَشَكَّ فِيْ الْمَعِيَّةِ فَتَجِبُ
إِعَادَتُهَا جُمُعَةً إِذِ الْأَصْلُ عَدَمُ وُقُوْعِ جُمُعَةٍ مُجْزِئَةٍ
وَتُسَنُّ إِعَادَتُهَا ظُهْرًا أَيْضًا إِحْتِيَاطًا _ إِلَي أَنْ قَالَ – قَدْ
صَرَحَ أَئِمَّتُنَا بِنَدْبِ إِعَادَةِ كُلِّ صَلاَةٍ وَقَعَ خِلاَفٌ فِيْ
صِحَّتِهَا وَلَوْ مُنْفَرِدًا, وَمَنْ قَالَ إِنَّ الْجُمُعَةَ لاَ تُعَادُ
ظُهْرًا مُطْلَقًا لِأَنَّ اللهَ تَعَالَى لَمْ يُوْجِبْ سِتَّةَ فُرُوْضٍ فِيْ
الْيَوْمِ وَالليْلَةِ فَقَدْ أَخْطَأَ.أه.
( Masalah
Ya' ) "Tatkala syarat-syarat sholat jum'at sudah sempurna, dengan adanya
empat puluh orang laki-laki merdeka, yag mukallaf, berdomisili ditempatnya, dan
masing-masing tidak mengurangi sedikitpun dari rukun-rukun sholat dan
syarat-syaratnya dan tidak meyakininya sebagai sholat sunah dan tidak
mengharuskan meng qodho' sholat tersebut dan imam tidak mengganti sesuatu huruf
dengan yang lain dan tidak menggugurkannya dan tidak menambah didalam sholat
sesuatu yang merubah ma'na dan tidak melagukan huruf dengan sesuatu yang
merubah ma'na meskipun orang mukallaf tersebut tidak teledor dalam belajar.
Sebagaimana pendapat Ibnu Hajar berbeda dengan pendapat imam Romli. Maka tidak
boleh mengulangi sholat jum'at tersebut dengan sholat dhuhur berbeda dengan apa
yang apabila terjadi dalam keabsahan jum'at sesuatu perbedaan ( pendapat )
meskipun dalam madzhab lain, maka disunnahkan I'adah jika sholat dzuhur telah
sah menurut orang yang bebeda pendapat tersebut seperti setiap sholat yang
terjadi padanya perbedaan pendapat yang tidak menyimpang. Orang alim apabila
dimintai fatwa mengenai pendirian sholat jum'at beserta kekurangan bilangan
jama'ah sholat jum'at harus mengucapkan : "madzhab Syafi'i tidak
membolehkan", kemudian apabila tidak terjadi padanya suatu kerusakan
kerusakan dan bermalas-malasan pada (si alim), maka boleh baginya untuk memberi
petunjuk kepada orang yang ingin mengerjakan dengan qaul qadim kepadanya dan
bagi kepala pemerintahan boleh mengharuskan orang yang meninggalkan sholat
jum'at membayar kifarat jika imam melihatnya sebagai kemaslahatan ( kebaikan )
dan mentasarufkan hasil kifarat tersebut kepada orang-orang fakir. Menurut
ibarat syeh Sulaiman al-Kurdi:"apabila syarat-syarat sholat jum'at itu
tidak didapati menurut madzhab Syafi'i maka tidak wajib mengerjakan sholat
jum'at bahkan haram karena hal itu menjumbokan dengan ibadah yang rusak.
Apabila dalam jama'ah sholat jum'at terdapat orang yang buta huruf al-Qur'an
yang menjadi hitungan kesempurnaan jama'ah jum'at, maka sholat jum'at tersebut
tidak sah meskipun orang yang buta huruf tersebut tidak teledor dalam belajar
agama, sebagaimana keterangan dalam kitab Tuhfah yang berbeda dengan keterangan
dalam syarah al-Irsyad dan imam ar-Romli, berbeda dengan apa yang apabila
jama'ah keseluruhannya adalah orang-orang yang buta huruf al-Qur'an sedang
imamnya dapat membaca al-Qur'an maka sholat jum'ahnya sah jika orang yang yang
taklid kepada imam as-Syafi'i dari para imam berpendapat dengan kebsahannya
sholat jum'at beserta ketiadan sebagian dari syarat-syarat orang jum'at dengan
taklid yang benar yang mengumpulkan syarat-sarat taklid, maka boleh melakukan
sholat jum'at bahkan wajib. Kemudian disunnahkan mengulangi sholat jum'at
tersebut dengan sholat duhur meskipun sendirian karena keluar dari berbeda
pendapat dengan orang yang melarang sholat jum'at tersebut. Karena yang benar
bahwa apa yang sesuai dalam furu' itu adalah satu dan yang benar sholat jum'at
itu tidak boleh berbilang. Maka dimungkinkan bahwa orang yang bertaklid kepada
imam Syafi'i mengenai sholat jum'at itu adalah tidak sesuai. Ini adalah
sebagaimana apabila sholat jum'at itu berbilang karena hajat, maka sesungguhnya
bagi setiap orang yang tidak mengetahui sholat jum'atnya telah didahului sholat
jum'at yang lain hendaklah mengulangi sholat jum'at tersebut dengan sholat
duhur dan demikian pula apabila sholat jum'at tersebut berbilang tanpa hajat
dan dia ragu-ragu mengenai sholat jum'at yang menyertainya maka wajib
mengulangi sholat jum'at itu dengan sholat jum'at lagi karena hukum asal adalah
meniadakan terjadinya sholat jum'at yang mencukupi syarat dan disunatkan
mengulangi sholat jum'at dengan sholat duhur juga karena berhati-hati…sampai
ucapan pengarang: Para imam kita telah menjelaskan dengan kesunnatan mengulangi
setiap sholat yang dalam keabsahannya terjadi perbedaan pendapat meskipun
sholatnya itu sholat sendirian dan orang yang berpendapat bahwa sesungguhnya
sholat jum'at itu tidak boleh diulangi dengan sholat dhuhur secara mutlak
karena sesungguhnya Allah ta'ala tidak mewajibkan enam kewajiban dalam sehari
semalam maka orang tersebut benar-benar telah berbuat salah.
Apabila
tidak memenuhi syarat-syarat ta'adud, maka di tafsil:
- Jika takbirotul ihromnya bersamaan atau diragukan, apakah bersamaan atau ada yang mendahului, maka wajib mengulangi jum'atan lagi secara bersama-sama selama waktu sholat masih mencukupi. Jika tidak, maka jama'ah kedua masjid tersebut harus melakukan sholat dhuhur.
- Jika takbirotul ihromnya berurutan, maka jum'atan yang takbirotul ihromnya paling dahulu, hukumnya sah, dan sunnah i'adah ( mengulangi ) sholat dzuhur. Sedang yang lain batal, dan wajib melakukan sholat dzuhur.
- Jika takbirotul ihromnya ada yang mendahului tapi tidak jelas mana yang lebih dahulu, atau sudah jelas tetapi lupa, maka semuanya wajib melakukan sholat dzuhur.
Dasar Pengambilan:
I'anatut
tholibin juz II hal. 72-74
فَلَوْ
سَبَقَهَا بِهِ جُمُعَةٌ صَحَّتْ الْجُمُعَةُ السَّابِقَةُ لاِجْتِمَاعِ
شَرَائِطِهَا وَالَّاحِقَةُ بَاطِلَةٌ, فَيَجِبُ أَنْ تُصَلَّى ظُهْرًا أَوْ
قَارَنَهَا جُمُعَةٌ أُخْرَى يَقِيْنًا أَوْ شَكًّا بَطَلَتْ الْجُمُعَتَانِ
لِأَنَّ إِبْطَالَ إِحْدَاهُمَا لَيْسَ بِاُوْلَى مِنَ الْأُخْرَى فَوَجَبَ إِبْطَالُهُمَا.وَلِأَنَّ
الْأََصْلَ فِىْ صُوْرَةِ الشَّكِّ عَدَمُ جُمُعَةٍ مُجْزِئَةٍ، وَتَجِبُ
حِيْنَئِذٍ إِسْتِئْنَافُهَا جُمُعَةً إِنْ وَسِعَ الْوَقْتُ وَ إِلاَّ وَجَبَ
أَنْ يُصَلُّوْا ظُهْرًا, فَإِنْ سَبَقَتْ إِحْدَاهُمَا وَالْتَبَسَتْ
بِالْأُخْرى, كَأَنَْ سَمِعَ مَرِيْضَانِ أَوْ مُسَافِرَانِ خَارِجَ الْمَسْجِدِ
تَكْبِيْرَتَيْنِ مَثَلاً فَأََخْبَرَا بِذَالِكَ وَلَمْ يَعْرِفَا
الْمُسْتَقْدِمَةَ مِمَّنْ وَقَعَتْ صَلَّوْا كُلُّهُمْ ظُهْرًا. ( وَالْحَاصِلُ ) لِهَذِهِ
الْمَسْئَلَةِ خَمْسَةُ أَحْوَالٍ:
اَلْحَالَةُ الْأُوْلَى : أَنْ يَقَعَا مَعَا,
فَيَبْطُلاَنِ فَيَجِبُ أَنْ يَجْتَمِعُوْا وَ يُعِيْدُوْهَا عِنْدَ اتِّسَاعِ
الْوَقْتِ اَلْحَالَةُ الثَّانِيَةُ : أَنْ يَقَعاَ مُرَتِّبًا فَالسَّابِقَةُ
هِيَ الصَّحِيْحَةُ, وَالَّاحِقَةُ بَاطِلَةٌ فَيَجِبُ عَلَى أَهْلِهَا صَلاَةُ
الظُّهْرِ اَلْحَالَةُ الثَّالِثَةُ : أَنْ يُشَكَّ فِىْ السَّبْقِ وَالْمَعِيَّةِ
فَيَجِبُ عَلَيْهِمْ أَنْ يَجْتَمِعُوْا وَ يُعِيْدُوْهَا جُمُعَةً عِنْدَ
اتِّسَاعِ الْوَقْتِ لِأَنَّ الْأَصْلَ عَدَمُ وُقُوْعِ جُمُعَةٍ مُجْزِئَةٍ فِىْ
حَقِّ كُلٍّ مِنْهُمْ. اَلْحَالَةُ الرَّابِعَةُ : أَنْ يُعْلَمَ السَّبْقُ وَلَمْ
تُعْلَمْ عَيْنُ السَّابِقَةِ فَيَجِبُ عَلَيْهِمْ الظُّهْرُ لِأَنَّهُ لاَ
سَبِيْلَ إِلَى إِعَادَةِ الْجُمُعَةِ مَعَ تَيَقُّنِ وُقُوْعِ جُمُعَةٍ
صَحِيْحَةٍ فِىْ نَفْسِ الْأَمْرِ لَكِنْ لَمَّا كَانَتِ الطَّائِفَةُ الَّتِيْ
صَحَّتْ جُمُعَتُهَا غَيْرَ مَعْلُوْمَةٍ وَجَبَ عَلَيْهِمْ الظُّهْرُ. اَلْحَالَةُ
الْخَامِسَةُ: أَنْ يُعْلَمَ السَّبْقُ وَ تُعْلَمَ عَيْنُ السَّابِقَةِ وَلَكِنْ
نُسِيَتْ وَهِيَ كَالْحَالَةِ الرَّابِعَةِ.
Seandainya
telah mendahului suatu sholat jum'at, maka sholat jum'at yang terlebih dahulu
sah, karena terkumpul syarat-syaratnya dan sholat jum'at yang mengikutinya
adalah batal maka wajib dilakukan sholat dzuhur, atau sholat jum'at yang lain
berbarengan dengan sholat jum'at yang pertama secara yakin atau ragu-ragu maka
kedua sholat jum'at tadi batal karena sesungguhnya membatalkan salah satu dari
keduanya bukanlah lebih utama dari membatalkan yang lain sehingga wajib
membatalkan keduanya . Karena yang asal dalam bentuk keraguan adalah ketiadaan
sholat jum'at yang mencukupi. Dan ketika itu wajib memulai lagi sholat jum'at
jika waktunya luas, jika tidak maka mereka wajib sholat dzuhur. jika salah
satunya mendahului dan jumbo dengan sholat jum'at yang lain seperti apabila dua
orang yang sakit atau dua orang musafir yang berada diluar masjid mendengar dua
takbirotul ihrom misalnya dan keduanya memberitahukan hal tersebut sedang
keduanya tidak mengetahui sholat jum'at yang lebih dahulu maka mereka semuanya
sholat dhuhur. Wal hasil untuk masalah ini terdapat lima keadaan: apabila
sholat jum'at terjadi bersama-sama maka keduanya batal sehingga wajib mereka
mengulangi sholat jum'at pada saat waktunya mencukupi. Apabila kedua sholat itu
terjadi berurutan maka sholat yang mendahului adalah sholat yang sah dan yang
mengikuti adalah batal sehingga wajib bagi jama'ah yang melakukan sholat kedua
melakukan sholat dhuhur. Apabila diragukan mengenai yang mendahului dan yang
mengikuti maka wajib atas mereka untuk berkumpul dan mengulanginya dengan
sholat jum'at pada saat waktunya cukup karena hukum yang asal adalah tidak
terjadinya sesuatu sholat jum'at yang mencukupi bagi hak setiap orang dari
mereka. Apabila diketahui sholat yang mendahului dan tidak diketahui wujud yang
mendahului maka wajib atas mereka melakukan sholat duhur karena sesungguhnya
sama sekali tidak ada jalan untuk mengulangi sholat jum'at beserta keyakinan
terjadinya sholat jum'at yang sah dalam urusan tersebut akan tetapi tatkala
kelompok yang sah sholat jum'atnya tidak diketahui maka wajib atas mereka
melakukan sholat dhuhur Apabila diketahui yang mendahului dan diketahui wujud
yang mendahului akan tetapi lupa maka hal ini seperti keadaan yang keempat.
Jika
melakukan sholat dzuhur, setelah diselenggarakannya sholat jum'at karena
berkeyakinan bahwa sholat jum'at tidak menggugurkan sholat dzuhur, maka
hukumnya tidak dibenarkan, bahkan menjadi kufur apabila meyakini bahwa pada
hari jum'at sholat fardlunya menjadi enam kali dengan asal syara', apabila
tidak maka dita'zir.
Dasar Pengambilan
I'anatut
Tholibin Juz II hal. 63
( لَطِيْفَةٌ ) سُئِلَ الشَّيْخُ الرَّمْلِى رَحِمَهُ اللهُ عَنْ
رَجُلٍ قَالَ : أَنْتُمْ يَا شَافِعِيَّةُ خَالَفْتُمُ اللهَ وَرَسُوْلَهُ
لِأََنَّ اللهَ تَعَالَى فَرَضَ خَمْسَ صَلَوَاتٍ وَأَنْتُمْ تُصَلُّوْنَ اللهَ
سِتًّا بِإِعَادَتِكُمُ الْجُمُعَةَ ظُهْرًا فَمَاذَا يَتَرَتَّبُ عَلَيْهِ فِىْ
ذَالِكَ، فَأَجَابَ بِأَنَّ هَذَا الرَّجُلَ كَاذِبٌ فَاجِرٌ جَاهِلٌ فَإِنِ
اعْتَقَدَ فِى الشَّافِعِيَّةِ أَنَّهُمْ يُوْجِبُوْنَ سِتَّ صَلَوَاتٍ بِأَصْلِ
الشَّرْعِ كُفْرٌ وَأَجْرَى عَلَيْهِ أَحْكَامُ الْمُرْتَدِّيْنَ وَإِلاَّ
اسْتَحَقَّ التَّعْزِيْرَ الْلاَّئِقَ بِحَالِهِ الرَّادِعِ لَهُ وَلِأَمْثَالِهِ
عَنِ ارْتِكَابِ مِثْلِ قَبِيْحِ أَفْعَالِهِ. وَنَحْنُ لاَ نَقُوْلُ بِوُجُوْبِ
سِتِّ صَلَوَاتٍ بِأَصْلِ الشَّرْعِ وَإِنَّمَا تَجِبُ إِعَادَةُ الظُّهْرِ إِذَا
لَمْ يُعْلَمْ تَقَدُّمُ جُمُعَةٍ صَحِيْحَةٍ.
Syekh
Ramli-Semoga Allah merahmatinya-ditanya tentang seorang laki-laki yang berkata
:" Kalian wahai pengikut Syafi'i, kalian telah menyalahi Allah dan
rasulnya karena sesungguhnya Allah Ta'ala telah memfardlukan lima kali sholat
sedangkan kalian sholat enam kali dengan kalian mengulangi sholat jum'at dengan
sholat dzuhur, maka apakah yang menetapkan pada laki-laki tersebut dalam hal
i'adah?"maka syekh Ramli menjawab bahwasannya laki-laki ini adalah orang
yang dusta, durhaka lagi bodoh. Jika dia beri'tikad dalam madzhab Syafi'i bahwa
mereka mewajibkan enam kali sholat menurut asal syari'at, maka dia kafir dan
harus berlaku atasnya hukum-hukum orang yang murtad dan jika dia tidak meyakini
kewajiban tersebut dia harus dita'zir yang sesuai dengan keadaannya yang dapat
mencegah baginya dan bagi orang-orang yang seperti dia dari melakukuan seperti
kejelekan perbuatan-perbuatannya. Kami tidak berpendapat dengan kewajiban enam
sholat menurut asal syari'at; dan sesungguhnya kewajiban mengulangi sholat
dhuhur hanyalah jika tidak diketahui sholat jum'at yang sah yang mendahuluinya.
Mengulangi
sholat dzuhur karena beralasan khutbah yang memakai bahasa selain arab
sementara rukun-rukunnya berbahasa arab, maka hukumnya tidak dibenarkan.
Dasar Pengambilan
Raudhotus
Tholibin oleh Imam Nawawi Juz I Hal. 418.
وَهَلْ
يُشْتَرَطُ كَوْنُ الْخُطْبَةِ كُلُّهَا بِالْعَرَبِيَّةِ ؟ وَجْهَانِ : اَلصَّحِيْحُ اشْتِرَاطُهُ، فَإِنْ
لَمْ يَكُنْ فِيْهِمْ مَنْ يُحْسِنُ بِالْعَرَبِيَّةِ، خَطَبَ بِغَيْرِهَا.
وَيَجِبُ أَنْ يَتَعَلَّمَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ الخُطْبَةَ الْعَرَبِيَّةَ،
كَالْعَاجِزِ عَنِ التَّكْبِيْرِ بِالْعَرَبِيَّةِ. فَإِنْ مَضَتْ مُدَّةُ
إِمْكَانِ التَّعْلِيْمِ وَلَمْ يَتَعَلَّمُوْا،عَصَوْا كُلُّهُمْ، وَلاَ جُمْعَةَ
لَهُمْ.
"Dan
apakah disyaratkan keadaan khutbah semuanya berbahasa Arab ? dalam hal ini ada
dua pendapat: pendapat yang benar mensyaratkan keadaan khutbah tersebut
berbahasa Arab. Dan jika dalam jama'ah jum'at tersebut tidak ada orang yang
dapat berbahasa Arab yang bagus, maka khotib berkhutbah dengan selain bahasa
Arab dan masing-masing orang dari jama'ah jum'ah wajib mempelajari khutbah
berbahasa Arab seperti orang yang tidak mampu membaca takbir berbahasa arab.
Jika telah lalu masa kemungkinan belajar sedang mereka tidak mau belajar maka
semua jama'ah jumat berdosa dan sholat jum'at tidak sah".
Kifayatul
Akhyar Juz I hal:122
السَّادِسُ:.........وَهَلْ
يُشْتَرَطُ كَوْنُهَا عَرَبِيَّةً؟ الصَّحِيْحُ نَعَمْ نَنْقُلُ الْخَلَفَ مِنَ
السَّلَفِ ذَالِكَ. وَقِيْلَ لاَ يَجِبُ لِحُصُوْلِ الْمَعْنَى. فَعَلَى
الصَّحِيْحِ لَوْ لَمْ يَكُنْ فِِِيْهِمْ يُحْسِنُ الْعَرَبِيَّةَ جَازَ
بِغَيْرِهَا. وَ يَجِبُ عَلَى كُلِّ وَاحِدٍ أََنْ يَتَعَلَّمَهَا
بِالْعَرَبِيَّةِكَالْعَاجِزِعَنِ التَّكْبِيْر ِبِالْعَرَبِيَّةِ. فَإِنْ مَضَتْ
مُدَّةُ إِمْكَانِ التَّعْلِيْمِ وَلَمْ يَتَعَلَّمْ أََحَدٌ مِنْهُمْ عَصَوْا
كُلُّهُمْ وَلاَجُمْعَةَ لَهُمْ بَلْ يُصَلُّوْنَ الظُّهْرَ، كَذَا قَالَهُ
الرَّافِعِيُّ.
Yang
keenam:.....dan apakah disyaratkan keadaan khutbah dengan bahasa Arab? Yang
benar adalah ya. Kami menukil pendapat ulama' kholaf dari ulama' salaf dalam
hal tersebut. Dan dikatakan tidak wajib berbahasa Arab, karena keberhasilan
pengertian. Menurut pendapat yang benar adalah andaikata dalam jama'ah tidak
ada orang dapat berbahasa Arab dengan baik, maka boleh menggunakan bahasa lain.
Dan wajib atas setiap orang belajar khutbah dengan bahasa Arab seperti orang
yang tidak mampu takbirotul ihrom dengan bahasa Arab. Jika masa yang
memungkinkan belajar telah lewat dan salah seorang diantara mereka tidak
belajar maka semuanya berdosa dan tidak sah bagi mereeka melakukan sholat
jum'at tetapi wajiib bagi mereka melakukan sholat dzuhur. Demikianlah yang
telah dikatakan Imam Rofi'i".
Hamisy
al-Muhibah dzil fadl Juz III hal: 231
( قَوْلُهُ وَكَوْنُهَمَا أَيْ الْخُطْبَتَيْنِ بِالْعَرَبِيَّةِ
) أَيْ الْأَرْكَانُ كَمَا فِى النِّهَايَةِ وَغَيْرِهَا زَادَ فِى التُّحْفَةِ
دُوْنَ مَا عَدَاهَا، قَالَ ابْنُ قَاسِمِ يُفِيْدُ أَنَّ كُوْنَ مَاعَدَا
الْأَرْكَانِ مِنْ تَوَابِعِهَا بِغَيْرِ الْعَرَبِيَّةِ لاَ يَكُوْنُ مَانِعًا
مِنَ الْمُوَالاَةِ.
( Perkataan
mushonnif Keadaan dua khutbah menggunakan bahasa Arab ) artinya rukun-rukun
khutbah sebagaimana tersebut dalam kitab An-Nihayah dan lainnya. Dalam kitab at
Tuhfah mushonnif menambahkan: "bukan selain khutbah" Ibnu Qosim
berkata bahwa keadaan selain rukun-rukun memberi faedah terhadap hal-hal yang
mengikuti khutbah tanpa berbahasa Arab tidaklah mencegah muwalat.
panjang tapi g jelas kata dan kalimat nya... maksud nya juga terlalu memutar mutar gak jelas...
BalasHapusdalil taek pertanyaan dan jawaban gak sesuai. cari dalil AL QUR AN .AL HADITS bukan bilang si a si b... goblok betul
BalasHapusapa artinya goblok?
HapusKalau gak ngerti bagusnya mas diam aja... Jangan kasih komentar kayak gitu
Hapuskata "goblok" bisa yaa mluncur dari orang yang berpedoman qur'an hadits..?
HapusWawanachi anda benar!...sy pun ingin bertanya,seseorang yg melaksanakan sholat lima waktu dan pada hari jumat tdk di lakukan sholat dzuhur,berarti orang ini tdk cukup sholat lima waktunya pada hari jumat itu,karna telah meninggalkan 1 waktu yaitu dzuhur...benar yg dikatakan bahwa Allah swt mewajibkan hanya lima waktu sj dlm sehari semalam...lalu bagaimana dgn waktu dzuhurnya pd hari jumat..klo tdk ada dzuhur pada hari jumat maka tdk lah cukup sholat lima waktu yg di wajibkan kepada kt pada hari jumat...wassalam.
BalasHapusMantap sekali...sependapat saya...
HapusKan ada alasannya, Antara ragu2 dan tidak syah, tetap kewajibannya 5 waktu.
BalasHapusYang solat zuhur takut akan solatnya tidak di terima.
Lebih baik menegur yg tidak solat daripada yang melakukan solat.
Yang jadi kurang faham kenapa shalat jum'at yang ragu masih tetep dilaksanakan berarti tidak shah. sudah saja langsung dzuhur 4 rakaat
BalasHapussaya kasih analogi saja yaa.... biar paham letak KESALAHAN PEMAHAMANNYA dimana...
BalasHapus1. disebuah sekolah, kesiswaan memanggil seluruh ketua kelas dengan pengumuman "panggilan ditujukan untuk seluruh ketua kelas harap berkumpul di depan kantor TU"
2. setelah dipanggil ada satu ketua kelas 8D yang tidak hadir
3. dengan marah Kesiswaan tersebut mendatangi ketua kelas 8D,
Kesiswaan "kamu kenapa tidak ikut kumpul"
ketua 8D "kapan Bapak memanggil ketua kelas 8D untuk kumpul"
nah itu sama dengan pertanyaan "mana dalilnya sholat dhuhur setelah jumat"
1. Kesiswaan sudah memanggil SELURUH KETUA bukan Hanya 8D saja
Alloh sudah memerintahkan sholat lima waktu sehari semalam, (subuh-isya SETIAP HARI)
2. Ketua Kelas 8D tidak mau kumpul karena MERASA tidak dipanggil, (yang dipanghgil adalah seluruh ketua, tetapi 8D minta kelas 8D disebutkan)
Muslim meninggalkan dhuhur di hari jumat, karena merasa tidak ada perintah (padahal perintah Dhuhur setiap hari tapi Muslim minta Dhuhur disebutkan ketika Jumat)
hahaha... percuma menmurut saya mengeluarkan dalil tanpa memahami akar permasalahan... pahami dulu baru berpendapat
kalau saya ingin mengganti pernyataan atau judul diatas menjadi
"SHOLAT DHUHUR SEBELUM JUMAT" kalau ga paham ya makin bingung
mantabs sangat teliti sekali, dan sangat berhati hati sekali
BalasHapusketerangannya disertai ma'khodnya, semoga berkah AMIN.
JANGAN HIRAUKAN KOMENTAR YANG TAK FAHAM KITAB KUNING
Makanya harus benar benar paham jangan ambil sikap kasar
BalasHapus