Minggu, 27 April 2014

BAB NIKAH (pencabutan kekuasaan orang tua & perwalian nikah)


PENCABUTAN KEKUASAAN ORANG TUA

ياايها الذين امنوا لا تتخذوا اليهود والنصارى اولــياء

    1.        Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengangkat orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpinmu (wali). (Q.S. Al Ma’idah : 51)

لا يزوجان ثيبا بوطء ولو زنا وإن ثبوتها بقولها إن حلفت إلا بإذنها نطقا

    2.        Tidak boleh wali mujbir (bapak dan kakek) mengawinkan perempuan yang telah tidak gadis lagi (baik karena kawin ataupun tidak gadis karena zina). (I’anatut Thalibin III : 31)

من غاب دونها فلا يزوج السلطان إلا بإذنها

    3.        Wali aqrab yang gaib kurang dari dua marhalah, Hakim tidak boleh mengawinkan, kalau tidak dapat ijin dari wali tersebut. (Fathul Wahab III : 341)

PERWALIAN NIKAH

ولابد من ثبوت العضل عند الحاكم ليزوج بأن يمتنـع الولى من التـزويج بين يديه بعد أمره به والمرأة والخاطب حضران

    1.        Untuk menetapkan adanya sikap adhol dari wali agar dia dapat mengawinkan, hendaklah wali yang bersangkutan menolak mengawinkan di muka Hakim tersebut setelah Hakim memintanya untuk itu, sedang pihak wanita dan pria pelamar hadir dalam Majelis tersebut. (Qalyubi III : 225)

والتعزز كأن يقول عند طلب التزويج منه أزوجها غدا فكلما يسأل فى ذلك يوعد

    2.        Yang dimaksud enggan ialah misalnya dia berkata: “soal diminta untuk mengawinkan, dia menjawab: ”Besok saja kawinkan” tiap (I’anatut Tholibin III : 317)

لكـن بعد ثبوت العضل عنده بامتـناع منه أو سكوته بحضرته بعد أمره به والمرأة والخاطب حاضران

    3.        Tetapi sesudah tetap adhol padanya dengan enggan untuk mengawinkan atau berdiam sesudah diperintahkan oleh Hakim di hadapannya, (Nihayatul Muhtaj VI : 229)

ويثبت توارى الولي أو تعززه زوجها الحاكم

    4.        Bila telah jelas wali itu bersembunyi atau membangkang maka hakimlah yang mengawinkannya. (I’anatut Tholibin III : 319)

أما الولي غير المجبر وهو غير الأب والجد فليس له أن يزوج من له عليها الولاية إلا بإذنها ورضاها

    5.        Wali yang tidak mujbir yaitu selain ayah dan kakek, tidak boleh mengawinkan seseorang yang berada dibawah perwaliannya, kecuali dengan ijin dan kerelaan yang bersangkutan. (Fiqh Madzahibil Arba’ah IV : 36)

وكذا يزوج السلطان إذا عضل النسب القريب ولو مجبرا اى امتنع من تزويجهافإذا امتنعوا من وفائه رفعه إلى الحاكم ولا تنتقل الولاية للأبعد جزما

    6.        Demikian pula dikawinkan oleh Hakim bila wali nasabnya adhol walaupun dengan paksa, atau enggan mengawinkannya. Selanjutnya dikatakan kalau mereka enggan mengawinkannya, maka Hakimlah yang mengawinkannya dan tidak boleh sekali-kali pindah perwaliannya kepada wali yang jauh (ab’ad).  (Mughnil Muhtaj III)

وأولى الولاة اى احق الأولياء بالتزويج الأب إلى أن قال : ثم العم الثقيق ثم العم للأب ثم ابنه اى ابن لكل بيـنهما وإن سفل

    7.        Yang berhak menjadi wali ialah ayah kemudian paman sekandung paman sebapa kemudian anak mereka masing-masing sampai kebawah.  (Al Bajuri II : 132-133)

وإن غاب الولي إلى مسافة يقصير فيها الصلاة زوجها السلطان ولم يكـن لمن بعده من الأولياء أن يزوج لأن ولاية الغائب باقية

    8.        Jika wali yang berhak tidak hadir jarak berlakunya qashar, maka hakim yang berhak mengawinkan, jika wali yang lain tidak ada sebab hak wilayah yang gaib itu tetap ada. (Al Muhadzab II : 37)

ولو خطب امرأة وحكما رجلا فى التزويج كان له اليزويج إذا لم يكـن لها ولي خاص من نسب أو عتق ولو كان لها ولى غائب لم يجز التحكيم لأن نيابة الغيب للقاضى

    9.        Apabila seorang meminang wanita dan keduanya menyerahkan kepada seorang yang lain untuk mengawinkan, maka hal itu boleh apabila tidak ada wali dari pihak wanita baik wali nasab maupun wali karena pembebasan (dimerdekakan). Kalau ada wali gaib hal itu tidak boleh sebabyang berahak menggantikan wali gaib itu adalah hakim. (Al Anwar II : 402)

السلطان ولي من لاولي له

    10.    Pemerintah adalah wali bagi orang yang tidak mempunyai wali. (I’anatut Thalibin III : 314)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar